Riset Dalam Film Dokumenter

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Film dokumenter merupakan penemuan baru untuk mengatasi kegelisahan orang atas hilangnya pengalaman visual. Karena peristiwa berlalu dengan cepat maka orang sering membuat ikon atau tiruan dari kenangan tersebut, misalnya foto kekasih di dompet, meja, dsb.
Dalam kenyataannya selalu ada kesenjangan antar visual yang dibuat kamera dengan kondisi nyata. Sekarang menjadi bertambah kompleks, karena ada suara, warna, dll sehingga semakin tdak sesuai dengan realita. Kita melihat realita dengan sepotong-sepotong, misal melihat seseorang tdak bisa menyeluruh.

Dengan demikian imej visual sangat dibutuhkan . Foto dan film bisa membantu, tapi juga bisa mengganggu. Tampilan bisa melampaui kebutuhan kita. Kamera menampilkan apa yang tidak bisa kita tangkap. Mata biologis hanya melihat apa yg ingin kita lihat. Maka imej visual yang kemudian kita anggap sebagai dokumen -karena diperlakukan sebagai arsip dan disimpan sebagai data- melampui kebutuhan orang yang membuat film. Maka pertanyaan yang kemudian muncul adalah : Apakah film dokumenter memenuhi kebutuhan obyektif suatu riset?

Bisa dikategorikan sebagai obyektif karena secara mekanik, digital dan sebagian chemic. Mata biologis pun mengambil obyek yang memang benar-benar kita butuhkan. Peristiwa ini kemudian diubah menjadi obyek penelitian. Penelitian itu sendiri tidak ada yang benar-benar obyektif. Lalu untuk apa riset ini?
Kalau hanya untuk kebutuhan filing system, maka penelitian hanya berhenti di lemari, tapi riset ini adalah riset transformasi. Riset perfilman menjadi bagian dari transformasi itu sendiri. Dari tayangan film orang dapat merefleksi dirinya sendiri sehingga ia dapat merubah dirinya sendiri. Jadi film bisa membentuk kenyataan. Ada dialektika antara film dengan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks besar orang menyebutnya sebagai proses mediasi, dari citra visual, menjadi mediasi untuk membentuk realita.

Untuk membuat film dibutuhkan riset yg reflektif, tentang polah obyek, isu-isu yang berkembang, dsb. Riset dalam Film Dokumenter dianggap penting dalam penciptaan film dokumenter. Di Indonesia sendiri, pendanaan untuk riset film-film dokumenter dinilai masih sangat kurang. Dalam proses produksi film dokumenter, riset yang efektif dilakukan selama dua bulan. Hal ini berhubungan dengan pengalaman Garin Nugroho saat bekerjasama dengan NHK Jepang.

Dalam analisis terhadap hasil riset, banyak orang menganalisanya tanpa tahu jenis dokumenter apa yang akan dibuatnya. Riset sendiri bersifat kompleks karena harus mampu mengorganisir manajemen teknik, ide, lokasi dan lain-lain.
Untuk itu tim riset yang dibentuk harus komprehensif, bisa memadukan sebuah bentuk organisasi yang struktural dengan organisasi yang non struktural. Hal ini bisa menciptakan ide-ide yang �gila� dan tidak terduga. Dalam riset lapangan juga diperlukan orang yang memang benar-benar paham lokasi shooting. Seorang sutradara tidak mencari periset yang dekat dengan dirinya tetapi seorang periset yang mengerti kondisi lokasi. Dengan kata lain, baik periset maupun tim produksi sepenuhnya mengabdi pada film yang akan diproduksi.

Kelemahan dari pencipta film adalah mencari tim periset dengan ego pribadi. Ambisi pencipta fim adalah ambisi terhadap fim itu sendiri. Misal untuk membuat film yang berhubungan dengan kehidupan anak jalanan dibutuhkan pendamping-pendamping anak jalanan yang benar-benar mengerti kehidupan mereka. Pendamping pun ternyata berbeda-beda. Ada pendamping yang mengerti masalah psikologi anak, masalah penampilan, dsb. Jadi langkah awal yang perlu diperhatikan dalam membentuk tim riset adalah mengerti benar kegunaan atau jenis film tersebut sehingga tim yang terbentuk adalah tim yang tahu kegunaan film tersebut. Seringkali yang terjadi di langkah awal pembentukan tim riset ini adalah seorang pencipta film lebih mengutamakan egoismenya sehingga film itu sendiri tidak lagi menjadi masalah yang penting.

Riset itu sendiri memiliki bidang kerja yang berbeda-beda. Untuk melakukan riset terhadap subjek dan wilayah memerlukan berbagai macam disiplin ilmu, sosial, politik, sosiologi, dll. Misalnya membuat film tentang Papua, pencipta film harus tahu dimana saja wilayah konflik, suku apa saja yang mendiami tempat tersebut, bagaimana hubungan antar suku atau penduduknya, dsb. Sedangkan untuk riset yang berhubungan dengan administratif kerja harus tahu tempat-tempat yang dibutuhkan untuk mendukung tim kerja, misalnya jadwal buka POM Bensin, informasi tentang hotel, jarak dan waktu, transportasi, dsb. Tim periset juga harus bisa bekerjasama dengan kru-kru lokal yang mengerti persis keadaan lokasi, misal saat shooting di Aceh akan lebih baik merengkrut sopir yang tahu atau kenal dengan GAM sehingga memudahkan transportasi, dsb. Saat melakukan pembuatan film di daerah-daerah konflik, mutlak dibutuhkan regu pengaman, aparat desa, ketua agama. dll. Di daerah konflik juga dibutuhkan kemampuan berdiplomasi.

Riset tentang SDM dan hal-hal lain mutlak penting bahkan untuk hal-hal sekecil apapun sehingga tidak ada pertanyan-pertanyaan yang menghambat kelancaran pembuatan film.
Pembuat film harus tahu SDM yang terlibat secara personal. Ia juga mengetahui dan mengerti kelemahan dan kelebihan setiap anggota tim, bila perlu tes langsung. Hal yang harus diperhatikan juga pada riset SDM adalah watak tiap kru sehingga dapat saling melengkapi. Fokus dan pengembangan ide film akan lebih mudah apabila masalah-masalah teknis di sekitar lokasi shooting telah teratasi dengan baik.

Dari segi teknis kamera, riset yang baik bisa sekaligus memenuhi kebutuhan dalam pengambilan-pengambilan gambar. Periset yang baik juga harus memperhatikan bagaimana posisi atau penempatan kamera yang baik , semisal pembuat film menginginkan gambar yang dramatis di pagi hari. Posisi kamera sudah mengerti tempat atau angle yang baik untuk men-shoot matahari, bagaimana komposisi yang baik, dari segi suara dan sebagainya sehingga hasil gambar sesuai dengan yang diinginkan. Terkadang periset juga harus membuat peta wilayah tersebut sampai pada tingkat bagaimana curah hujan (kemungkinan longsor, misal), dan sebagainya.

Riset juga berhubungan dengan tema film. Riset tema film berhubungan dengan penguasaan pada wacana yang menyangkut disiplin ilmu dan kebutuhan mendiskripsikannya ke bentuk visual. Periset harus tahu alasan suatu wacana, dan dapat menuangkan ke dalam bentuk visual. Pendampingan kepustakaan dan ahli lokal juga penting dan harus dilakukan.

Seluruh point-point riset ini dikumpulkan dan dibuat point-point detail, dari jenis huruf, peta daerah, hingga pemotretan secara detail. Bila unsur-unsur periset terpenuhi, sutradara atau filmaker akan enak sekali dalam pembuatan film lebih lanjut. Segalanya bisa dilakukan dengan cepat, tepat dan pasti.

Metode riset yang akan digunakan berkaitan dengan pengembangan ide. Seringkali para pembuat film tidak tahu harus berangkat darimana saat akan menentukan tema film yang akan diangkat. Oleh karena itu dilakukan klasifikasi terhadap subyek, misal tentang Kalimantan. Kalimantan bisa dikategorikan menjadi hutan, sungai atau faktor-faktor sosial lainnya. Kemudian menentukan keterkaitan antara klasifikasi tersebut dengan kehidupan sosial, seni, dll yang diperinci lagi, misalnya jenis perahu yang digunakan, hewan-hewan yang ada di sekitarnya, dsb sehingga tema bisa berkembang dari temuan-temuan seperti itu.

Membuat Film Dokumenter?

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Membuat Film Dokumenter?

Membuat film bukanlah suata hal yang sulit. Jika kita ingin membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis apa yang akan kita buat. Cara membuat film dokumenter yang ditulis oleh Fajar Nugroho dalam bukunya ini dapat membimbing kita dalam proses pembuatan film dokumenter. Kurangnya minat masyarakat kita terhadap film dokumenter karena film dokumenter dahulunya mengunakan topik yang kaku dan tidak menghibur penonton.

Dalam membuat film dokumenter yang kita rekam harus berdasarakan fakta yang ada. Jadi film dokumenter adalah suata film yang mengandung fakta dan subjektivitas pembuatnya. Artinya apa yang kita rekam memang berdasarkan fakta yang ada, namun dalam penyajiannya kita juga memasukkan pemikiran-pemikiran kita.

Dalam membuat film dokumenter ada langkah-langkah dan kiat bagaimana film yag kita produksi disenangi oleh penonton dan tidak memakan biaya yang besar saat memproduksinya.. Langkah yang harus kita tempuh dalam membuat film dokumenter adalah pertama, menentukan ide. Ide dalam membuat film dokumenter tidaklah harus pergi jauh-jauh dan memusingkan karena ide ini bisa timbul dimana saja seperti di sekeliling kita, di pinggir jalan, dan kadang ide yang kita anggap biasa ini yang menjadi sebuah ide yang menarik dan bagus diproduksi. Jadi mulailah kita untuk bepfikir supaya peka terhadap kejadian yang terjadi.

Kedua, menuliskan film statement. Film statement yaitu penulisan ide yang sudah ke kertas, sebagai panduan kita dilapangan saat pengambilan Angel. Jadi pada langkah kedua ini kita harus menyelesaikan skenario film dan memperbanyak referensi sehingga film yang kita buat telah kita kuasai seluk-beluknya.

Ketiga, membuat treatment atau outline. Outline disebut juga script dalam bahasa teknisnya. Script adalah cerita rekaan tentang film yang kita buat. script juga suatu gambar kerja keseluruhan kita dalam memproduksi film, jadi kerja kita akan lebih terarah. Ada beberapa fungsi script. Pertama script adalah alat struktural dan organizing yang dapat dijadikan referensi dan guide bagi semua orang yang terlibat. Jadi, dengan script kamu dapat mengkomunikasikan ide film ke seluruh crew produksi. Oleh karena itu script harus jelas dan imajinatif. Kedua, script penting untuk kerja kameramen karena dengan membaca script kameramen akan menangkap mood peristiwa ataupun masalah teknis yang berhubungan dengan kerjanya kameramen. Ketiga, script juga menjadi dasar kerja bagian produksi, karena dengan membaca script dapat diketahui kebutuhan dan yang kita butuhkan untuk memproduksi film. Keempat, script juga menjadi guide bagi editor karena dengan script kita bisa memperlihatkan struktur flim kita yang kita buat. Kelima, dengan script kita akan tahu siapa saja yang akan kita wawancarai dan kita butuhkan sebagai narasumber.

Keempat, mencatat shooting. Dalam langkah keempat ini ada dua yang harus kita catat yaitu shooting list dan shooting schedule. Shooting list yaitu catatan yang berisi perkiraan apa saja gambar yang dibutuhkan untuk flim yang kita buat. jadi saat merekam kita tidak akan membuang pita kaset dengan gambar yang tidak bermanfaat untuk film kita. Sedangkan shooting schedule adalah mencatat atau merencanakan terlebih dahulu jadwal shooting yang akan kita lakukan dalam pembuatan film.

Kelima, editing script. Langkah kelima ini sangat penting dalam pembuatan film. Biasa orang menyebutnya dengan pasca produksi dan ada juga yang bilang film ini terjadinya di meja editor. Dalam melakukan pengeditan kita harus menyiapkan tiga hal adalah menbuat transkip wawancara, membuat logging gambar, dan membuat editing script. Dalam membuat transkipsi wawancara kita harus menuliskan secara mendetail dan terperinci data wawancara kita dengan subjek dengan jelas.

Membuat logging gambar ini maksudnya, membuat daftar gambar dari kaset hasil shuuting dengan detail, mencatat team code-nya serta di kaset berapa gambar itu ada. Terakhir ini merupakan tugas filmmaker yang membutuhkan kesabaran karena membuat editing scrip ini kita harus mempreview kembali hasil rekaman kita tadi ditelevisi supaya dapat melihat hasil gambar yang kita ambil tadi dengan jelas. Dengan begitu kita akan mebuat sebuah gabungan dari Outline atau cerita rekaan menjadi sebuah kenyataan yang dapat menjadi petunjuk bagi editor.

Dengan meneyelesaikan langkah di atas maka kita mecoba mencari sponsor untuk memutar film di khalayak umum. Jika sudah ada maka anda siap-siap jadi orang terkenal. Jadi sekarang tunggu apalagi bagi filmmaker pemula mulailah tunjukan bahwa karya kamu dapat dinikmati dan menarik untuk di tonton oleh semua kalangan.

Film dokumenter

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Film dokumenter

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah “dokumenter” pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.

Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan.

Film

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Film

Film Pertama yang pernah dibuat

Film (cara pengucapan: [Filêm] atau Félêm) adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk ‘berpindah gambar’). Film, secara kolektif, sering disebut ‘sinema‘. Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis.

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi.

Bollywood Vs Hollywood: Persaingan di Dunia Film Internasional

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Bollywood Vs Hollywood: Persaingan di Dunia Film Internasional

Dengan sari, lagu, musik serta tarian, khalayak perfilman India berpindah ke Inggris bagian Utara untuk merayakan sebuah acara promosi industri film mereka sendiri dalam sebuah pertunjukan keliling bernama Bollywood Oscars.

Selama empat hari dan berpuncak pada akhir minggu, “the International Indian Film Academy Awards (IIFAs/Penghargaan Film India Internasional) memberikan penghormatan kepada para aktor, sutradara serta pihak kreatif lainnya yang berkecimpung dalam bisnis yang memproduksi film terbanyak di dunia setiap tahun.

Penghargaan yang diberikan sejak tahun 2000 itu juga didesain untuk meningkatkan citra film India secara internasional, pada saat industri tersebut sedang meningkatkan perannya dalam pasar luar negeri.

IIFAs yang dibangun sepuluh tahun lalu oleh perusahaan bernama Wizcraft untuk mempromosikan film India ke seluruh dunia adalah salah satu cara Bollwood untuk memperkenalkan dirinya ke dunia internasional.

Bintang ternama Amitabh Bachchan dengan anaknya yang juga seorang aktor Abhishek serta menantu perempuannya Aishwarya Rai –versi India untuk pasangan Brad Pitt dan Angelina Jolie — mengadakan pertunjukan dalam sebuah tur ke 18 negara tahun depan.

Tiga bintang yang amat terkenal walaupun bukan pada kalangan pencinta film Bollywood juga hadir pada Festival Film Cannes di Perancis bulan lalu bersamaan dengan promosi film-film India terbaru yang akan segera muncul.

Usaha promosi semacam itu yang sepertinya memberikan banyak keuntungan internasional bagi Bollywood yang sedang bertumbuh dengan cepat.

Di Inggris dan Irlandia film India telah menembus angka `box office` dua kali dari 5,7 juta pound (8,4 juta euro, atau sekitar 11,2 juta dollar AS) pada tahun 1999 menjadi 12,4 juta pounds pada tahun 2005.

Walaupun begitu, jarang sekali film Bollywood yang mencetak hits pada dunia internasional.

Hanya tiga film Bollywood yang pernah masuk dalam daftar film berbahasa asing terbaik di Academy Awards, yaitu Lagaan (2001), “Salaam Bombay!” (1998) dan “Mother India” (1957).

Menurut para pengamat, hal tersebut dapat terjadi karena telah berkembangnya film itu menjadi industri seperti juga dalam masalah budaya dan kesenian.

Geoff Jones, seorang profesor pada jurusan sejarah bisnis pada Sekolah Bisnis Harvard di Boston, Amerika Serikat mengatakan bahwa pendapatan yang kecil secara domestik mungkin menjadi salah satu alasan kenapa industri film tersebut ingin mempromosikan dirinya secara internasional.

“Pada 2005, total perputaran uang di Bollywood sekitar 575 juta dolar AS sedangkan di Hollywood mencapai 23 miliar dolar AS. Di India harga tiket untuk menonton bioskop rata-rata 30 sen AS, di mana secara global harga tiket mencapai empat dolar 70 sen AS,” ujarnya kepada AFP.

Tetapi ia memperkirakan rencana pertumbuhan itu mungkin terhambat dengan modal keuangan industri film tersebut, fragmentasi produk, distribusi dan fungsi eksibisi (pameran).

Hal tersebut bertentangan dengan studio besar di AS, 20th Century Fox misalnya yang menyelesaikan masalah tersebut dalam satu payung.

“Dalam beberapa tahun tahun terakhir, industri film India terbagi-bagi dan tidak profesional,” katanya.

Dia menambahkan, pemerintah India baru mengklasifikasikan Bollywood sebagai industri pada tahun 2001, yang artinya sebelum itu dana untuk industri tersebut berasal dari sumber-sumber tidak sah atau kriminal.

Situasi tersebut menggambarkan bahwa ancaman pembunuhan bagi aktor dan sutradara India dalam industri tersebut amat umum terjadi, pada tahun 2000, produser sekaligus sutradara film Rakesh Roshan mengalami luka serius setelah ditembak oleh seseorang.

Ketika ditanya, sampai berapa lama masalah tersebut dapat diatasi, ia mengatakan “Jawabannya tidak dalam waktu dekat ini, tetapi dalam waktu 10 tahun atau tergantung dari cepatnya mereka bergerak, atau mungkin lima tahun,” ujarnya.

Untuk alasan lainnya seperti artistik dan budaya dapat dikatakan bahwa hal tersebut dapat menjadi alasan bagi Bollywood untuk menjadi mendunia.

Aktor sekaligus sutradara Naseeruddin Shah yang membintangi film “Moonsoon Wedding” (2002) mengatakan pada radio BBC awal tahun ini, bahwa film Bollywood tidak memiliki kualitas yang sama dengan film dari Iran, Korea atau Meksiko.

“Negara-negara itu memproduksi film-film luar biasa dan kita masih berjalan pada film-film bertema pertemuan lelaki dan perempuan, aman, dan formula lama,” katanya.

“Itulah sebabnya mengapa saya mengatakan bahwa film-film kita tidak dibuat secara serius,” katanya.

Telah berubah
Sementara itu aktor Bobby Deol mengatakan perbedaan budaya dapat menghambat penyebaran dari film Bollywood.

“Begitu banyak orang Asia di Inggris yang ingin melihat film-film Bollywood, tetapi bagi orang Inggris sendiri hal itu merupakan hal yang sulit terjadi karena budaya kita amat berbeda,” ujarnya.

Walaupun begitu, Amitabh Bachchan membantah hal tersebut.

Dia mengatakan kepada para wartawan di IIFA bahwa perfilman India telah berpikir mengenai “penggalian infra” dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi pemberitaan media akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sinema India mengalami kemajuan berarti akibat kerja keras yang dilakukan selama beberapa tahun.

“Saya pikir amat mengagumkan bahwa seluruh dunia telah mengetahui keberadaan kami,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa Bollywood juga dapat membuat jembatan bagi banyak perbedaan budaya yang ada.

Jones mengatakan bahwa saat ini isi dari film-film Bollywood telah benar-benar berubah. Dari sebelumnya yang amat tradisional menjadi berani menyentuh isu-isu homoseksualitas misalnya.

Sinyal positif dari masa depan Bollywood adalah tumbuhnya ketertarikan Hollywood terhadap India melalui film-film seperti “Sawariya” yang disutradai oleh Sanjay Leela Bhansali dan Sony Pictures yang menjadi co-productionnya.

Hal tersebut mengikuti sukses dari “Crouching Tiger, Hidden Dragon” (2000) serta “House Of Flying Daggers” (2004) yang telah memasukkan Cina pada peta pembuat film internasional.

Melihat kepesatan sinema India saat ini, bukan tidak mungkin akan terjadi Bollywood versus Hollywood di masa mendatang. ANTARA

Film Horor Indonesia Laku Di Luar Negri

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Di antara 19 judul film Indonesia yang dijual di booth Festival Film Cannes, Prancis, belum lama ini, ada enam judul film yang mendapatkan perhatian pasar internasional. Ajaibnya, empat di antaranya film horor. Beberapa negara menyatakan minat untuk membelinya.

Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film (NBSF) di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) merilis enam judul film itu. Yakni, Kereta Hantu Manggarai, Kuntilanak 3, Mati Suri, Pulau Hantu, Ayat-Ayat Cinta, dan Eiffel I’m in Love.

Hanya film Pulau Hantu yang masih dalam negosiasi dengan negara Jepang dan Prancis. Selebihnya telah menarik minat para distributor film dari Korea, Belgia, Amerika Serikat, Itali, Jerman, Argentina, India, Jepang, dan Prancis.

Sejak dua tahun lalu, Depbudpar memang rajin membuka stan untuk menjajakan karya film lokal agar bisa dipasarkan secara internasional. Di antara 19 film yang dibawa, tujuh film bergenre horor dan empat di antaranya terbilang laris di salah satu festival film paling bergengsi di dunia itu. Padahal, Direktur Film NBSF Ukus Kuswara mengatakan, film horor bukan termasuk film unggulan dari Indonesia. Yang diunggulkan justru film-film yang dianggap mewakili budaya dan kondisi negara Indonesia, seperti Jamila dan Sang Presiden, Ayat-Ayat Cinta, Generasi Biru, atau Queen Bee.

Meski begitu, kata Ukus, tetap saja film horor harus diboyong ke Cannes karena film tersebut memiliki nilai seni dan sedang populer. “Sebetulnya, film itu mencerminkan kondisi seni dan kreativitas pada zamannya. Sehingga, yang kami kirim itu tidak mesti mewakili budaya. Jadi, lebih karena kreativitas yang terbangun. Saat ini kan lebih banyak film horor,” terang Ukus.

Produser film Shankar Bsc menyambut baik larisnya film horor di pasar internasional tersebut. Hal itu, kata dia, menjadi pertanda bahwa film horor Indonesia sudah setara dengan film horor dari negara lain, terutama dari Asia. “Saya pikir kalau pemerintah sudah membawa film Indonesia ke luar negeri, itu suatu hal yang positif. Terlepas bersaing apa tidak, yang penting sudah bisa meramaikan festival internasional. Tapi, kalau mau dibandingkan, film horor indonesia susah setara dengan film Thailand,” ujarnya.

Larisnya film horor di Cannes dimaklumi Hanung Bramantyo. Sutradara Ayat-Ayat Cinta (AAC) itu menilai, genre horor merupakan tema yang diminati dunia. “Hakikat manusia itu selalu ingin tahu apa yang membuat penasaran. Mistik salah satunya,” katanya.

Terlebih, tambah Hanung, setiap film horor itu membawa kultur negara pembuatnya. “Pocong dan Sundel Bolong itu cuma ada di Indonesia. Hantu Jepang beda lagi. Jangan remehkan film horor. Tapi, yang jadi masalah, film horor di Indonesia itu tidak dibikin serius,” kritiknya.

FILM HOROR

•June 30, 2009 • Leave a Comment

“Film Horor” adalah sebuah konsep film Scary Movie Versi Indonesia yang akan mengetengahkan parodi dari beberapa film-film horor Indonesia dan film-film horor International lainnya yang telah meraih box office. Selain itu, “Film Horor” juga akan menyajikan parodi dari kejadian-kejadian faktual yang pernah menjadi hot issue, baik dari kalangan politikus, selebritis maupun dunia perfilman Indonesia.

“Perlu diketahui bahwa Film Horor ini merupakan film Scary Movie Versi Indonesia yang pertama dan satu-satunya di Indonesia”, tegas Shankar Produser Indika Entertainment yang selalu sukses dengan film-film horornya. Konsep film ini diilhami oleh film Scary Movie produksi Hollywood yang telah mencapai sukses hingga 4 sekuel, yaitu Scary Movie 1 s/d 4. Indika ingin menyuguhkan alternatif baru bagi para penggemar film, karena “Film Horor” adalah satu-satunya film yang menampilkan reuni para hantu kondang Indonesia paling lengkap dan komplit. “Di film ini setannya komplit, segala jenis hantu ada disini, jadi penonton puas nontonnya, bayar satu tiket, dapat semua hantu”, tutur Shankar.

Dahsyatnya lagi, film ini menggunakan trick yang sama dengan trick yang digunakan pada film Matrix Hollywood. Bahkan, pengerjaan special effect Mock Up didatangkan khusus dari Hollywood, yaitu orang yang pernah membuat special effect pada film The Lord of The Ring. Selain itu, beberapa crew yang terlibat dalam “Film Horor” ada yang dari Jerman, New York dan Hollywood.

Seperti pada film-film sebelumnya, kali ini pun Shankar memasang bintang-bintang muda ternama, seperti Angie Virgin, Sheila Marcia Joseph, Andhika Gumilang, Reza Rahadian, Shierly Rushworth, Ferdinal Arnaz, Secha Lauretta, Tertamayasari dan special hot appereance Elena Lubis, Rebecca serta Maria Eva. Tak ketinggalan juga bintang-bintang ternama lainnya, seperti Cut Memey dan Ferry Irawan ikut memperkuat film ini sebagai cameo.

Film yang direkomendasikan kepada para ibu hamil, penderita sakit jantung dan orang sakit hati ini akan digarap oleh Toto Hoedi. “Film Horor” garapan Toto Hoedi ini selain mampu memenuhi selera pasar karena temanya baru dan unik, juga kaya akan permainan teknis effect yang mampu memacu adrenalin penonton sekaligus menciptakan suasana mencekam.

“Film Horor” sendiri berkisah tentang sekelompok mahasiswa jahil, yaitu Beni, Dani dan Asto yang saling bertaruh dengan target meniduri Mala, seorang mahasiswi cantik di kampus. Namun sayang, tanpa disengaja Mala tewas mengenaskan ditangan mereka. Tapi anehnya, jasad Mala lenyap tidak pernah ditemukan. Dan mulai saat itu malapetaka mengerikan pun kerap menghantui mereka. Penasaran dengan “Film Horor” ? Jangan lewatkan pemutarannya di bioskop seluruh Indonesia pada 29 November 2007 mendatang.

Fenomena Film Hantu ala Indonesia

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Fenomena Film Hantu ala Indonesia


Jakarta: Dalam tiga tahun terakhir perfilman nasional tak pernah sepi dari film-film berbau hantu. Kemunculan film jenis ini tidak lepas dari keinginan pasar. Tema-tema film horor mistik bagaimana pun mempunyai pasar tersendiri di Tanah Air.

Dalam kurun waktu singkat ini sedikitnya 30 judul film horor beredar di Tanah Air. Sebut saja Jelangkung, Hantu Jeruk Purut, Suster Ngesot, Pocong, Kuntilanak, Lantai 13, Di Sini Ada Setan, hingga Hantu Ambulans. Namun tema dan judulnya nyaris tidak ada yang baru, berkutat pada sumber cerita mistis yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Bangkitnya lagi film-film horor nasional mengingatkan kembali pada masa kejayaan film-film anak negeri terutama yang bernuasa mistis di era 1980-an. Meski begitu, shot-shot film produksi sekarang jauh lebih menakjubkan dibanding film dulu. Misalnya saja dari sisi efek editing dan suara serta make-up yang mampu membawa suasana horor.

Bicara soal film horor era 1980-an, maka tidak bisa lepas dari nama Suzzanna. Hampir seluruh perjalanan hidupnya seolah tercurah khususnya dalam film horor. Bahkan belum ada lagi tokoh bintang sekelas Almarhumah yang menjadi ikon film horor nasional hingga kini.

Penghargaan FFI untuk Film Bioskop Terbaik

•June 30, 2009 • Leave a Comment

Penghargaan FFI untuk Film Bioskop Terbaik

Penghargaan Film Terbaik diberikan dalam Festival Film Indonesia yang diselenggarakan sejak tahun 1955. Hanya pada tiga kali penyelenggaraan, 1967, 1977, dan 1984 penghargaan untuk film terbaik tidak diberikan. Pada penyelenggaraan FFI tahun 1977, juri mensyaratkan 4 (empat) unsur (penyutradaraan, penulisan skenario, penataan fotografi dan penyuntingan) direbut semua oleh sebuah film untuk bisa menjadi film terbaik. Karena tak ada yang demikian, maka diputuskan tak ada film terbaik.[1] Sejak tahun 1985 disepakati bahwa penghargaan untuk film terbaik harus diberikan. Di bawah ini adalah daftar penerima penghargaan film terbaik dalam Festival Film Indonesia sejak tahun 1955. Mulai tahun 1979, judul film pemenang diikuti nominasi film terbaik lainnya.

PERKEMBANGAN FILM ANIMASI

•June 4, 2009 • Leave a Comment

Animasi bermula sejak sebelum Masehi. Bibi-bibit animasi sudah tumbuh sejak jaman Mesir kuno, kurang lebih 2000 tahun sebelum Masehi. Pada jaman itu di dinding manusia Mesir Kuno ditemukan koinik strip yang menggambarkan urutan gerak dua orang pria yang sedang bergulat. Kemudian Leonardo da Vinci, pada salah satu lukisannya, menggambarkan suatu seri gambar malaikat Giotto pada saat akan lepas landas.

Masa-masa Awal
Animasi adalah penayangan beberapa gambar dengan cepat sehingga mata akan melihatnya seperti suatu gerakan. Jadi intinya, animasi merupakan tipuan visual. Pada tahun 1826, Joseph Plateau mambuat phenakistoscope. Phenakistoscope adalah kartu yang berbentuk lingkaran dengan celah di pinggirnya. Cara penggunaannyaadalah dengan memegang kartu tersebut didepan cerinin, kemudian kartu diputar. Pada saat kartu diputar, kita mengintip melalui celah di kartu. Karena adanya suatu seri gambar disekeliling kartu, maka kita akan melihat objek yang bergerak.
Kemudian pada tahun 1828, Paul Rogert, mendemonstrasikan suatu alat yang disebut thaumatrope. Alat tersebut terbuat suatu piringan yang ditempelkan pada pasak. Pada satu sisi piringan tersebut bergambar burung, sedangakan pada sisi lain, terdapat gambar sangkar. Kemudian thaumatrope diputar dengan kecepatan yang sudah ditetapkan. Mata manusia akan melihat seolah-olah burung berada dalam sangkar.
Pada tahun 1860, Pierre Desvignes, membuat beberapa seri gambar. Kemudian dimasukan dalam suatu silinder. Kemudian silinder diputar. Para penonton melihat melalui lubang yang terletak di atas drum. Objek yang tampak, menjadi bergerak.

Gertie The Dinosaur
Pada sekitar bulan April tahun 1911, Winsor McCay, seorang kartunis kelahiran Kanada, membuat suatu film animasi sederhana yang berjudul Little Nemo. Film ini menggunakan kurang lebih empat ribu gambar. Little Nemo tidak meiniliki jalan cerita layaknya film. Film ini hanya merupakan eksperimen dari Winsor McCay. Namun, sebagai permulaan, hasil yang dihasilkan sangat menjanjikan.
Setelah sukses dengan Little Nemo, mcCay membuat film keduanya yang berjudul The Story Of A Mosquito. Film ini dibuat selama kurang lebih satu tahun dan dirilis pada bulan Januari 1912. The Story Of A Mosquito sudah mulai memiliki jalan cerita, walaupun masih sangat sederhana. Ceritanya tentang pertemuan seekor nyamuk dengan seorang pria yang sedang mabuk. Film ini menggabungkan animasi dengan dunia asli. Namun, pada masa itu publik masih naif dan agak sulit untuk menerima ide dan McCay bahwa ia mampu “menggerakkan” gambar. Jadi mereka hanya beranggapan bahwa McCay melakukan trik dengan menggunakan kawat dan senar.
Untuk membuktikan bahwa apa yang dihasilkannya “benar-benar” bergerak, McCay membuat animasi dinosaurus. Akhirnya pada tahun 1914, McCay mulai proyeknya. Film itu memiliki judul Gertie The Dinosaur. Film ini adalah film animasi pertama, di mana karakter di dalamnya dikembangkan.
Sebelum Gertie The Dinosaur, di New York, Raoul Barre dan William Nolan membuat suatu animasi untuk promos New York Theater. Lalu ada juga beberapa film animasi seperti War in Turkey (Januari 1913), A Study in Crayon, When He Wants A Dog, He Wants A Dog (Maret 1913), The Dachshund and the Sausage (Juni 1913), Old Doc Yak (Juli 1913) dan Colonel Heeza Liar in Africa (November 1913). Colonel Heeza Liar in Africa ini adalah salah satu seri dan seri-seri Colonel Heeza. Film ini dianggap sebagai pionir dalam film sen animasi. Di Jepang, pada tahun 1913 ini, mulai bereksperimen membuat animasi.

Setelah Gertie The Dinosaur
Pada awal tahun 1914, John R. Bray, pemilik rumah produksi yang menghasilkan serial Colonel Heeza, mematenkan teknik-teknik pembuatan animasi, termasuk bagaimana membuat latar belakang yang praktis, juga teknik-teknik pewarnaan. Ia memperoleh hak paten bulan Juli. Pada akhir tahun 1994 Earl Hurd mematenkan penggunaan plastik transparan untuk menggambar obyek yang bergerak. Plastik ini diletakkan di atas latar belakang. Dengan demikian, latar belakang tidak perlu digambar berulangulang untuk setiap gerakan. Plastik transparan ini kemudian dinamakan cels (celluloid atau seluloid). Pada akhir tahun ini juga, Raoul Barre mengembangkan metode slash untuk animasi. Metode mi memisahkan gambar latar belakang dengan obyek animasi pada masing-masing kertas. Jika ada obyek yang sudah tidak terpakai, maka kertas yang mengandung gambar obyek tersebut akan disingkirkan.
Tahun 1915, Max Fleischer berusaha untuk memperoleh paten atas rotoscope. Rotoscope mampu melakukan transfer dan foto menjadi gambar pada kertas. Dengan demikian, kreasi dan animasi dapat dibuat lebih mudah.
Pada tahun 1917, film-film animasi Jepang mulai bermunculan, antara lain Hanahekonai’s New Sword, Imokawa Muzuko Genkanban no Maki dan Saru Kani Kassen. Pada tahun ini memang banyak sekali film-film animasi yang diproduksi, baik di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Australia. Kemudian pada pertengahan tahun 1918, Winsor McCay kembali mengeluarkan film animasinya yang benjudul The Sinking of the Lusitania.

Animasi Modern
Setelah melewati tahun 1920an, hampir tidak ada inovasi baru di dalam pembuatan film animasL Yang ada hanya pengembangan-pengembangan dan metode yang sudah ada. Peristiwa-peristiwa penting yang ada adalah berdirinya produsen-produsen film animasi seperti Walt Disney, Warner Brothers, dan Metro Goldwyn Mayer.

Walt Disney
Pada tahun 1923, Walt dan Roy Disney mendinikan Disney Brothers Cartoon Studio di Hollywood, California. Kemudian pada awal tahun 1924, Disney mengeluarkan film animasi pertamanya yang berjudul Alice’s Day at Sea. Film ini merupakan seri pertama dan serial “Alice in Wonderland”. Kemudian atas usul dan Roy Disney, nama Disney Brothers Cartoon Studio diubah menjadi Walt Disney Studio.
Setelah serial Alice in Wonderland berhenti diproduksi, Disney terus berinovasi dengan menciptakan karakter baru. Maka lahirlah tokoh Oswald the Lucky Rabbit pada tahun 1927. Selama setahun telah dirilis serial Oswald sebanyak 26 seri. Pada saat mengajukan proposal untuk melanjutkan serial Oswald, sang distributor membajak animator Oswald. Disney tidak dapat melanjutkan Oswald.
Setelah kehilangan Oswald, Disney harus membuat karakter baru. Dan diciptakanlah karakter tikus yang sangat terkenal, Mickey Mouse. Pada saat pertama kali dibuat, Disney cukup kesulitan mengenalkan tokoh mi. Baru kemudian pada saat film ketiga Mickey, Steamboat Willie menjadi film animasi dengan suara yang pertama dan sukes. Disney terus memproduksi serial-serial Mickey Mouse. Tidak hanya memproduksi Mickey Mouse, tapi juga menciptakan tokoh lainnya. Disney juga membuat film-film animasi untuk bioskop. Film full animasi pertama Disney adalah Snow White and The Seven Dwarfs.

Warner Brothers
Warner Brothers (WB) mulai memasuki dunia animasi pada tahun 1930. Produksi pertama mereka adalah “Bosko The Talk-Ink Kid”. Kemudian mereka memproduksi serial “Looney Tunes”. Looney Tunes yang pertama adalah Sinking In The Bathtub yang bercerita tentang Bosko dan kekasihnya, Honey. Namun karena tidak mampu menyaingi kepopuleran Mickey dan Minnie, Bosko dan Honey dihentikan.
Selanjutnya WB terus berusaha membuat tokoh-tokoh baru. Namun mereka selalu gagal. Baru pada tahun 1935, keberhasilan menghampin WB dengan diciptakannya tokoh Porky Pig, di mana dihasilkan salam khas dari WB yaitu “That’s All Folks”. Pada tahun 1937an, tokoh Daffy Duck dan Egghead dikenalkan. Daffy Duck disisipkan di salah satu serial Porky yaitu Porky’s Duck Hunt. Daffy digambarkan sebagai bebek yang kurang waras. Egghead adalah tokoh yang dibuat seperti manusia. Egghead mi kemudian sering dikenal dengan nama Elmer Fudd.
Tokoh Bugs Bunny kemudian diciptakan pada tahun 1938. Bugs juga disisipkan pada salah satu serial Porky, yaitu Porky’s Hare Hunt. Seperti halnya Daffy, Bugs acapkali membuat Porky kesal. Pada film A Wild Hare, disebutlah salah satu frase terkenal dan Bugs, “What’s Up, Doc?”. Awal tahun 1940 merupakan masa-masa pengembangan Bugs, Daffy, Porky, dan Elmer serta penentuan arah gaya animasi dan WB.

Metro Goidwyn Mayer
MetroGoldwyn Mayer (MGM) dibentuk pada tahun 1924. Pada awalnya MGM enggan untuk memasuki dunia film animasi. Setelah melihat Disney sukses dengan film-film animasinya, MGM mengekor. Pada tahun 1934, MGM mendirikan Happy Harmonies yang dispesialisasikan untuk membuat film-film animasi.
Untuk produksi mereka yang pertama, Happy Harmonies memutuskan untuk membuat suatu cerita pendek tentang binatang yang lucu dan lugu. Maka dibuatlah film “Poor Little Me” yang bercerita tentang seekor sigung. Film tersebut sangat populer. Karena Itu Happy Harmonies memutuskan untuk terus mengarahkan fokus mereka untuk mengembangkan karakter yang sangat loveable. Dua film mereka berikutnya mengisahkan tentang anak anjing yang lucu dan tikus yang manis. Namun karena keseragaman tema membuat seri baru ini kurang sukses.
Sukses Happy Harmonies mulai tampak pada saat mereka mengeluarkan seri “The Bear That Couldn’t Sleep”, yang memperkenalkan tokoh Barney Bear, seekor beruang yang besar, manis dengan sifat yang sangat unik. Selama dua tahun serial Barney Bear diproduksi. Kesuksesan baru diraih pada saat mereka membuat film animasi dengan judul Peace On Earth yang mengisahkan tentang kehidupan binatang di Bumi setelah manusia punah karena perang. Peace On Earth termasuk salah satu nominasi Academy Award.
Akhirnya pada tahun 1940, MGM memproduksi serial yang sangat sukses yang berjudul Puss Gets In The Boots yang bercerita tentang kehidupan kucing dan tikus. lnilah serial Tom and Jerry. Sukses ini karena serial ini mengandung humor slapstick yang pada masa itu sedang menjadi tren.
Walaupun banyak bermunculan film animasi, tetapi perubahan metode pembuatan film animasi tidak banyak berubah. Perubahan baru dimulai pada saat komputer berkembang. Animasi-animasi dapat dibuat dengan bantuan komputer. Film Star Wars, Jurrassic Park, dan The Abyss menggunakan efek dengan menggunakan komputer. Namun yang paling revolusioner adalah diproduksinya film full animasi komputer (CGI) pertama oleh Disney pada tahun 1995, yaitu Toy Story.
Pada tahun 2000, Jepang memproduksi film “Final Fantasy: The Spirits Within”. Film mi seperti Toy Story, juga menggunakan CGI. Apabila Toy Story menampilkan tokohnya seperti tokoh kartun, maka Final Fantasy mi menampilkan tokohnya serupa dengan manusia.
Dengan terus berkembangnya teknologi komputer, tidak ayal lagi, dunia animasi juga terus berkembang. Bisa jadi para aktor akan kehilangan pekerjaan mereka, karena mereka bisa digantikan oleh tokoh imajiner yang wajahnya bisa dibuat sesuai dengan keinginan penulis film atau sutradara, tidak repot mengatur, tidak akan datang terlambat ke lokasi syuting dan sebagamnya.